Hy readers !! Apa kabar? Semoga selalu sehat ya.
Kali ini kita, kelompok 5 Pancasila Industri A
akan menceritakan aksi ke tiga kami. Pasti sudah tidak sabar ingin tahu hari Sabtu
kemarin kita bermain apa. Hari Sabtu kemarin (12/3) kami dengan adik adik TPA
Masjid Nurul Huda Kaplingan bernostalgia bermain Jamuran. Tahu kan apa itu
permainan Jamuran? Kalau kalian belum tahu, mari kita baca penjelasan dibawah
ini ya .
Jamuran dikreasikan oleh seorang ahli pendidik
yang berjiwa demokratis yaitu Sunan
Giri (salah satu Wali Songo). Beliau mendidik dengan jalan membuat melalui
bermacam-macam permainan, salah satunya Jamuran.
Dahulu permainan “jamuran” biasa dimainkan pada
malam-malam terang bulan, oleh anak-anak perempuan usia sekolah dasar;
adakalanya anak-anak laki-laki juga ikut bermain. Jumlah anak untuk memainkan
permainan ini, kira-kira 10 orang atau lebih. Karena banyaknya anak yang ikut
bermain, terlebih lagi karena permainan ini dijalankan dengan banyak
berlari-larian, maka diperlukan halaman yang cukup luas untuk memainkannya.
Orang Jawa menyebutnya Pelataran .
Sumber foto : www.utiket.com |
Sumber foto :
www.chemember.wordpress.com
|
Permainan “Jamuran” dimulai dengan anak-anak berdiri membentuk lingkaran bernyanyi:
Jamuran, yo ge gethok,
Jamur opo, yo ge gethok,
Jamur payung, ngrembuyung koyo lembayung
Siro badhe jamur opo?
Tiba pada kalimat “siro badhe jamur opo?”, si anak yang berada di tengah lingkaran lantas berteriak menyebut sebuah gerakan pura-pura yang wajib kami perbuat. Anak-anak lain yang semula bergandengan tangan membentuk lingkaran, kontan berhamburan. Untuk menirukan seperti apa yang di ucapkan si anak yang kalah tadi. Misal seperti ini .
“Jamur motor !”
Ketika di ucapkan “jamur motor!”, anak-anak yang berhamburan untuk berubah menjadi berbagai kendaraan beroda. Ada yang menjadi mobil polisi. Ada yang menjadi dokar. Ada yang menjadi sepeda motor. Ada yang menjadi kereta. Masing-masing bergumam menirukan suara tiap-tiapnya sembari berjalan mondar-mandir. Hingga terdengar lagi sebuah suara.
“Jamur patung !”
Lantas anak-anak bergegas menjadi patung. Diam tak bergerak. Tidak boleh tersenyum. Tidak boleh tertawa. Meski digoda. Meski diajak berbicara.
Bagi anak yang tertawa, tersenyum, atau yang bergerak akan terkena hukuman yaitu ia harus menggantikan posisi anak yang kalah tadi. Bila sudah ada yang terkena, kami lantas bermain lagi dari mula. Bila sudah ada terhukum, kami yang terbebas bisa lega tersenyum.
Yang terkena hukuman, masuk ke dalam lingkaran. Yang lainnya, bergandengan tangan melingkar dan mulai menembang. Jamuran... jamuran... yo ge ge thok...
Tiba pada kalimat “siro badhe jamur opo?” (intinya permainan dimulai seperti awal tadi).
“Jamur monyet !”
Anak-anak segera melepas tautan tangan. Semua berhamburan. Macam-macam gerakannya. Ada yang dengan segera memanjat pohon. Ada yang hanya menggaruk-garuk kepala. Ada yang sesekali meloncat-loncat. Ada yang seketika duduk dan berpura-pura seperti sedang mencari kutu pada kepala temannya. Anak-anak pun banyak yang tertawa terpingkal karenanya.
“Jamur let uwong !”
Anak yang membentuk lingkaran bubar lalu mencari pasangan untuk diajak bergandengan. Yang tidak mendapat pasangan, harus ‘jadi’ atau mendapat hukuman berdiri di tengah lingkaran.
”Jamur kendil borot !”
Anak-anak mencari tempat yang agak tersembunyi untuk buang hajat kecil, karena kendilnya borot (pancinya bocor). Kendil yang tidak bocor dianggap tidak berguna. Walhasil anak yang tidak buang hajat kecil dianggap sebagai kendil tidak bocor dan harus ‘jadi’. Kadang, pada jamur kendil borot dijumpai sedikit kecurangan karena membawa air dalam plastik dan hanya berpura-pura buang hajat kecil. Atau ‘sedikit’ bohong dengan mengaku sudah buang hajat kecil saat anak yang ‘jadi’ sedang memeriksa kebocoran anak lain. Pemeriksaan Kendil borot hanya dilakukan dengan melihat bekas air.
“Jamur gagak !”
Anak-anak berlari sambil merentangkan tangan, menirukan kepakan sayap burung gagak sambil menirukan bunyinya gaok gaok. Tugas anak yang ‘jadi’ adalah menangkap ‘burung gagak’. Dan kawanan burung gagak harus menghindarinya agar jangan mendapat hukuman. Cara menghindari pengejaran mudah saja yaitu dengan berjongkok sebagai pengibaratan burung yang sedang hinggap. Jika mendapati anak jongkok, maka pengejaran dihentikan. Atau jika mau, menunggu agar anak yang berjongkok itu lari lagi lalu dikejar. Jika ada anak yang tertangkap ketika masih berlari, maka berlakulah hukuman.
Sumber foto :
www.permata-nusantara.blogspot.com
|
“Jamur parut !”
Anak-anak yang membentuk lingkaran bubar
menjauhi anak yang berada di tengah. Mereka mencari tempat untuk berdiri dengan
berpegangan tangan pada sebatang pohon tiang, atau bersandar pada tembok lalu
menggantung sebelah kakinya. Telapak kaki harus nampak agar mudah digelitik.
Anak yang tadi berdiri di tengah lalu
menghampiri salah seorang anak yang menggantungkan kakinya sebelah, lalu
menggelitik telapak kakinya yang digantung. Anak yang digaruk harus menahan
diri agar jangan sampai tertawa, agar tidak mendapat hukuman.
Untuk memancing agar anak yang digaruk tertawa,
anak yang menggaruk boleh menggodanya dengan memperlihatkan gerak-gerik yang
lucu atau menggodanya dengan kata-kata yang jenaka. Jika cara-cara demikian
tidak dapat membuat anak itu tertawa, maka ia menghampiri anak-anak yang lain
dan diperlakukan demikian pula. Jika anak lain tetap tidak tertawa maka hukuman
tetap pada dirinya, mengulangi berdiri di tengah-tengah lingkaran.
Demikian permainan itu dilangsungkan dan
diulang-ulang berkali-kali dari permulaan, dan setiap kali disebutkan nama
jamur yang berlainan oleh anak yang ‘jadi’.
Sederhana, riang, murah, dan mendidik.
Keunggulan yang diusung karena permainan ini memberikan kemungkinan kepada
anak-anak untuk membeberkan kekayaan fantasi dan rasa humor dengan menyebutkan
beraneka macam jamur yang kadang-kadang ‘ajaib’.
Jamuran tergolong unik. Satu hal yang mungkin
tidak terlintas saat permainan sederhana ini dikreasikan yakni mendorong anak
untuk bisa mengembangkan kecerdasan majemuk, yakni ketrampilan gerak, kepekaan,
dan kemampuan berekspresi dengan irama, kemampuan memahami dan mengendalikan
diri sendiri serta kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan.
Lewat dolanan jamuran kita bisa melihat sebentuk
kekayaaan budaya Indonesia yang bukan hanya sebagai media hiburan, namun
sebagai penghargaan atas tradisi yang merupakan ‘akar’ atau cikal bakal
beradaban dan tentu saja tidak dimiliki oleh bangsa lain. Karena terus terang,
hanya Indonesia yang memiliki dolanan tradisional yang beragam, salah satunya:
Jamuran.
sumber : http://gpswisataindonesia.blogspot.co.id/2014/02/sejarah-permainan-tradisional-jamuran.html
Nah bagaimana? Sudah tahu kan bagaimana asal usul dan cara
bermain permainan yang asik satu ini? Hari Sabtu kemarin (12/3), kami juga
melakukan permainan tersebut. Kami tiba di Masjid Nurul Huda Kaplingan seperti
biasanya, yaitu jam 16.50, disana adik adik TPA sudah menunggu kami,
sesampainya kami disana kami langsung disambut dengan teriakan adik adik, ada
yang memanggil manggil nama kami, ada yang berteriak teriak bertanya akan
bermain apa, ada yang menarik narik untuk bermain permainan yang lain saja. Tapi
setelah kami bercerita akan bermain jamuran, mayoritas adik adik setuju.
Yang
menjadi kendala kami pada pertemuan kali ini mungkin karena permainan yang satu
ini mereka anggap kurang seru karena hanya sebatas berputar putar menyanyi,
adik adik TPA yang berusia lebih besar awalnya menolak untuk bermain permainan
ini. Tapi setelah kami meyakinkan bahwa permainan ini juga akan berlangsung
seru akhirnya adik adik pun mau.
Seperti
pertemuan pertemuan sebelumnya, adik adik TPA selalu merasa bosan dan menolak
saat kami akan menceritakan tentang asal usul permainan nya, adik adik ini
hanya mau melakukan nya saja tanpa perlu tahu bagaimana asal usulnya. Tetapi menurut
kami ini bukan masalah besar, sebab tanpa kami perlu menjelaskan detail
permainannya, mereka sudah paham dan tahu bagaimana cara dan aturan
permainannya. Ini menjadi bahan rundingan kami, kelompok 5 Pancasila Industri A
untuk menemukan bagaimana cara yang efektif agar adik adik mau mendengarkan
cerita kami tentang asal usul setiap permainan yang diajarkan tiap minggunya,
karena kami berharap adik adik bukan sekedar bisa memainkan tanpa tahu sejarah
atau filosofi bagaimana sebuah permainan tradisional dapat tercipta. Tapi diluar
kendala itu, kami rasa aksi ketiga kami berjalan cukup lancar, cuaca pada hari
itu juga mendukung, sebab hujan telah berhenti ketika kami sampai dilokasi, hal
tersebut membuat kami semakin leluasa untuk bermain dihalaman ataupun serambi
Masjid.
Kira kira seperti itu
cerita aksi ketiga kami, bagaimana menurut pembaca? Untuk saran dan kritik,
silakan tulis di kolom komentar dibawah ya, feedback
kalian sangat kami tunggu demi aksi kami selanjutnya yang lebih baik. Berikut akan
kami posting juga foto dokumentasi aksi kami kemarin. Terimakasih sudah
berkunjung dan membaca, tunggu aksi kami selanjutnya !
SUKA KALAH JUDI ?
BalasHapusSUDAH TIDAK JAMAN NYA LAGI
AYO GABUNG SEKARANG JUGA
KAMI HADIR DENGAN INOVASI TERBARU DAN TERCANGGIH
POKER - DOMINO - CAPSA - CEME
Dengan Jackpot yang berlimpah
Dan Mudah menang nya setiap hari (PIN BBM : 7AC8D76B)