Minggu, 27 Maret 2016

MINGGU KE-5: BERMAIN BENTENGAN

Halo sahabat pancasila! Apa kabar? Semoga selalu baik dan selalu semangat dalam berperilaku positif ya! Nah, ngomong-ngomong soal berperilaku positif, kami kelompok 5 Pancasila Industri A masih konsisten untuk melanjutkan aksi kami dalam melestarikan permainan tradisional Indonesia di minggu ke-5 ini. Kira-kira permainan apalagi ya yang akan kami ulas kembali di minggu ini?

Pada minggu ke-5, tepatnya hari Rabu 23 Maret 2016 kami mengulas kembali permainan yang sangat populer sewaktu kami menduduki bangku sekolah dasar. Permainan tersebut adalah Bentengan. Mungkin diantara kalian ada yang lupa-lupa ingat dengan permainan satu ini. Tenang, kami akan memberikan ulasannya dibawah ini. Yuk kita simak bersama!

“Benteng-bentengan”,begitulah namanya,ini adalah salah satu permainan tradisional yang sering dimainkan oleh anak-anak di pedesaan,mungkin sekarang sudah jarang dimainkan kerena sudah beralih ke permainan canggih seperti playstation,video game, game online dll. Permainan ini mempunyai sejarah yang unik dimana hampir sama dengan perjuangan bangsa Indonesia. Meskipun permainan tradisional, permainan ini juga mempunyai beberapa peraturan,selain itu juga dapat menyehatkan tubuh kita karena mengandung unsur-unsur kebugaran jasmani yaitu kelincahan,kecepatan,dan kekuatan serta daya tahan tubuh. Dalam permainan ini juga dikenal istilah tawanan (orang yang kena serang lawan dan di penjarakan). 

Permainan benteng-bentengan adalah permainan tradisional dimana permainan ini dimainkan oleh beberapa orang untuk merebut dan mempertahankan benteng agar bisa memenangkan permainan. Sesuai dengan namanya, maka sebuah benteng dalam permainan ini merupakan tujuan atau inti dari permainan ini. Jika permainan ini tidak ada yang namanya benteng, maka tidak akan bisa memainkan permainan ini. 

Sejarah benteng-bentengan yakni awalnya permainan ini di mainkan oleh anak-anak di pedesaan untuk mengisi waktu bermain tepatnya pada saat zaman dulu saat bangsa Indonesia berhasil lepas dari penjajahan. Mengapa demikian? Menurut beberapa sumber bahwa permainan ini mencerminkan perjuangan bangsa Indonesia saat melawan penjajah dimana dalam permainan ini pemainnya berusaha untuk mengamankan daerahnya dan memperoleh kejayaannya yang di simbolkan dengan menduduki benteng lawan. Hal ini sama dengan tindakan rakyat Indonesia ketika zaman penjajahan dimana bengsa Indonesia bersatu mempertahankan daerahnya dan mengusir penjajah agar memperoleh kemerdekaan.
Mengapa dinamakan benteng-bentengan? Karena salah satu markas penjajah pada zaman dahulu sering sering disebut dengan istilah “benteng” misal: benteng Duurstede,benteng Malioboro dan lainnya. Jadi dikenallah istilah benteng-bentengan sampai sekarang yang bertujuan untuk mengenalkan kepada khususnya anak-anak tentang perjuangan rakyat Indonesia untuk menduduki benteng penjajah (merdeka). 

Berikut ini adalah aturan permainan bentengan:
Permainan bentengan terdiri dari 2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4-6 pemain.
Atau boleh juga dilakukan menyesuaikan jumlah anak yang ada, serta tempat yang digunakan. Permainan bentengah dilakukan dengan menjaga benteng yang diwujudkan berbentuk tonggak tiang kayu atau bambu, dapat juga menggunakan pohon hidup. Tonggak dijadikan sebagai basecamp masing-masing kelompok.



Permain bentengan yang keluar dari basecamp dianggap menyerbu terlebih dahulu. Pemain ini apabila dikejar oleh musuh dan tersentuh tangan oleh musuh dianggap tertangkap. Pemain yang tertangkap ditempatkan tawanan (tempat yang sudah ditentukan sebelum permainan dimulai, biasanya 2 meter sebelah kanan atau kiri dari basecamp).



Pemain musuh mengejar penyerang
Peman ini dapat kembali mempertahankan bentengnya apabila telah diselamatkan temannya, dengan cara menyentuh tangan atau bagian tubuhnya.
Kelompok pemain dinyatakan mendapatkan nilai apabila dapat menyentuh basecamp musuh. Berakhirnya permainan ditentukan oleh kesepakatan para pemain. Kelompok yang kalah akan mendapatkan hukuman, yaitu mengendong kelompok yang menang dari benteng satu ke benteng lainnya, jumlah gendongan tergantung kesepakatan.

Pemain yang ditawan berada di tempat tawanan

Seorang pemain mendapatkan nilai dengan menyentuh basecamp musuh

Nah, kira-kira demikian ulasan kami tentang permainan bentengan.


Sahabat pancasila, dibawah ini adalah foto-foto keseruan kami saat bermain bentengan dengan adik-adik santriwan/santriwati TPA Nurul Huda Kaplingan.









Tidak hanya keseruan yang kami dapatkan, tetapi banyak manfaat lain yang kami dapatkan saat bermain permainan bentengan ini antara lain dapat berpeluang mengembangkan kecerdasan interpersonal anak. Hal ini dapat dilihat dari relasi interpersonal yang terjalin ketika mengikuti permainan. Permainan ini menuntut semua anak untuk berperan secara aktif dalam mensukseskan permainan tersebut. Anak dapat belajar menghargai orang lain dan aturan kalah-menang dapat menjadi peluang untuk mengembankan aspek tersebut.
Selain itu, permainan ini juga melatih kemampuan anak dalam bekerja sama. Karena pemain harus dapat bekerja sama dalam menjaga benteng, memata-matai musuh, menangkap musuh, dan menduduki benteng lawan. Pemain harus mampu menyesuaikan dengan kondisi kelompok, bisa berempati dengan kelebihan atau kekurangan teman maupun lawan mainnya.
Permainan ini juga mengasah kemampuan menyusun strategi dan meningkatkan kreativitas agar kelompoknya dapat menjadi pemenang. Anak-anak juga berlatih untuk membangun sportivitas. Para pemain harus mampu menaati peraturan, sportif mengakui kelompok lawan yang menang dan ia harus bersedia menjadi tawanan kelompok lawan apabila ia tertangkap oleh pemain lawan. Dengan gerakan-gerakan yang lincah, tentu saja permainan ini mengembangkan motorik kasar anak, meningkatkan dan menyehatkan.

Bagaimana sahabat pancasila?Bukankah kita semakin bangga dan cinta dengan negeri ini setelah mengetahui satu lagi permainan tradisional yang kaya akan makna dan manfaat di dalamnya ini? Permainan bentengan ini adalah salah satu permainan tradisional yang semakin jarang dimainkan padahal mempunyai banyak manfaat,selain asyik, murah,menghibur juga bisa memberikan kebugaran jasmani bagi kita. Permainan ini harus dilestarikan di tengah era globalisasi seperti ini,karena sangat menghibur juga menyehatkan. Pokoknya, tidak rugi deh bermain benteng-bentengan!

Senin, 21 Maret 2016

MINGGU ke-4 : BERMAIN ULAR NAGA



Hei readers!! Apa kabar nih? Semoga selalu senantiasa sehat yaa.
Kali ini kami dari Kelompok 5 Industri A, akan menceritakan aksi kami kemarin yang ke 4, yang dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2016 yang bertempat di Mesjid Nurul Huda Kaplingan. Kami dengan adik-adik bermain permainan ular naga. Permainan ular tangga ini mempunyai nama yang berbeda-beda pada setiap daerah, untuk daerah Solo sendiri adik-adik lebih mengenal dengan nama njuk tali njuk emping. Tahu kan itu pasti permainan ular naga tuh seperti apa? kalau lupa ini kami kasih cuplikan sedikit apa sih permainan ular tangga itu di bawah ini.
Ular naga adalah permainan tradisional yang sangat menyenangkan. Bagaimana tidak, sebuah permainan akan sangat terasa mengasyikkan jika dimainkan dengan saling bernyanyi dan tertawa. Begitu pula dengan permainan unik ini. Apalagi instrumen permainan ini sangatlah mudah, hanya dengan mengumpulkan beberapa anak-anak untuk dijadikan sebagai ular naga nya.
Permainan ini juga sangat simpel, sebelum bermain anak-anak mencari lapangan atau halaman rumah yang sedikit luas untuk tempat arena naga dan anggotanya. Pada umumnya permainan ini tidak dilakukan oleh orang yang remaja dan dewasa, anak-anak adalah pemain utama dalam ular naga. Permainan ini berasal dari 6-11 orang yang mana anak-anak akan berbaris sambil berpegangan baju bagian belakang milik teman yang di depannya seperti layaknya membuntut.
( https://rizkaandita.files.wordpress.com)


Dalam permainan ini anak yang paling besar atau yang paling tinggi menjadi “induk” atau gerbang, berdiri saling berhadapan sambil menyatukan kedua tangan setinggi mungkin, mereka sebagai pintu masuknya naga yang diperankan oleh induk naga beserta anggotanya.
Karena sistem permainan yang mengundang kelucuan dan kegembiraan maka sangat indah dan menarik sekali bila dilakukan saat bulan purnama. Memang tidak ada hubungan secara langsung antara bulan purnama dengan permainan ini.
Namun, ular naga adalah permainan yang enak jika dipertontonkan, dan alangkah lebih baiknya jika dimainkan di halaman yang luas dan di bawah sinar rembulan, maka setiap pemain dan penonton akan merasa lucu dan antusias saat mereka memainkan ular naga, nantinya akan nampak siapa yang kalah dan siapa yang menjadi pemenang di antara para pemainnya.
Perbedaan ular naga dibanding dengan yang lain adalah permainan ini mempunyai sebuah lagu, jadi sebelum memasuki arena tuan rumah maka naga harus bernyanyi dulu serentak beramai-ramai, adapun bunyi lagunya adalah :
“Ular Naga Panjangnya bukan kepalang, Menjalar-jalar selalu kian kemari, Umpan yang lezat itulah yang dicari, Ini dianya yang terbelakang.” (http://permainantradisional-indonesia.blogspot.co.id/2014/12/ular-naga-permainan-dalam-dialog-dan.html)
( bobo.kidnesia.com )

Cara bermain permainan ini adalah Anak-anak berbaris bergandeng pegang 'buntut', yakni anak yang berada di belakang berbaris sambil memegang ujung baju atau pinggang anak yang di mukanya. Seorang anak yang lebih besar, atau paling besar, bermain sebagai "induk" dan berada paling depan dalam barisan. Kemudian dua anak lagi yang cukup besar bermain sebagai "gerbang", dengan berdiri berhadapan dan saling berpegangan tangan di atas kepala. "Induk" dan "gerbang" biasanya dipilih dari anak-anak yang tangkas berbicara, karena salah satu daya tarik permainan ini adalah dalam dialog yang mereka lakukan.
Barisan akan bergerak melingkar kian kemari, sebagai Ular Naga yang berjalan-jalan dan terutama mengitari "gerbang" yang berdiri di tengah-tengah halaman, sambil menyanyikan lagu. Pada saat-saat tertentu sesuai dengan lagu, Ular Naga akan berjalan melewati "gerbang". Pada saat terakhir, ketika lagu habis, seorang anak yang berjalan paling belakang akan 'ditangkap' oleh "gerbang".
Setelah itu, si "induk" --dengan semua anggota barisan berderet di belakangnya-- akan berdialog dan berbantah-bantahan dengan kedua "gerbang" perihal anak yang ditangkap. Seringkali perbantahan ini berlangsung seru dan lucu, sehingga anak-anak ini saling tertawa. Sampai pada akhirnya, si anak yang tertangkap disuruh memilih di antara dua pilihan, dan berdasarkan pilihannya, ditempatkan di belakang salah satu "gerbang".
Permainan akan dimulai kembali. Dengan terdengarnya nyanyi, Ular Naga kembali bergerak dan menerobos gerbang, dan lalu ada lagi seorang anak yang ditangkap. Perbantahan lagi. Demikian berlangsung terus, hingga "induk" akan kehabisan anak dan permainan selesai. Atau, anak-anak bubar dipanggil pulang orang tuanya karena sudah larut malam. (https://id.wikibooks.org/wiki/Permainan/Berkelompok/Ular_Naga)
( http://www.glory-travel.com )
 
Nah bagaimana? Sudah ingat permainannya seperti apa beserta asal-usul dan cara bermainnya kan? Pada Sabtu kemarin (19/3) kami tiba di Mesjid Nurul Huda Kaplingan pada pukul 16.30, karena disana adik-adik masih belajar mengaji maka kami pun menunggu adik-adik sampai pukul 17.00. Seperti biasa disana kami langsung disambut dengan teriakan adik adik, ada yang memanggil-manggil nama kami, ada yang berteriak-teriak bertanya akan bermain apa, ada yang menarik-narik untuk bermain permainan yang lain saja. Tapi setelah kami bercerita akan bermain ular naga, mayoritas adik adik setuju.
Antusias adik-adik pada permainan ini lebih tinggi dari pada saat bermain permainan jamuran. Karena adik-adik yang lebih besar langsung bermain tidak seperti biasanya yang akan menolak terlebih dahulu. Lalu setelah bermain seperti biasa kami akan menceritakan asal-usul  permainan tersebut, yang menjadi kendala pada permainan ini adalah karena saat kami sedang menceritakan asal-usul permainan, adzan waktu sholat maghrib akan berkumandang, oleh karena itu adik-adik harus segera mengambil wudhu dan bersiap-siap sholat maghrib. Sebab itu hal ini menjadi rundingan kami akan bagaimana selanjutnya. Tapi, diluar kendala itu kami rasa aksi ke empat kami berjalan cukup lancar.
Kira kira seperti itu cerita aksi ke empat kami, bagaimana menurut pembaca? Untuk saran dan kritik, silakan tulis di kolom komentar dibawah ya, feedback kalian sangat kami tunggu demi aksi kami selanjutnya yang lebih baik.








Senin, 14 Maret 2016

MINGGU ke-3 : BERMAIN JAMURAN

Hy readers !! Apa kabar? Semoga selalu sehat ya.

Kali ini kita, kelompok 5 Pancasila Industri A akan menceritakan aksi ke tiga kami. Pasti sudah tidak sabar ingin tahu hari Sabtu kemarin kita bermain apa. Hari Sabtu kemarin (12/3) kami dengan adik adik TPA Masjid Nurul Huda Kaplingan bernostalgia bermain Jamuran. Tahu kan apa itu permainan Jamuran? Kalau kalian belum tahu, mari kita baca penjelasan dibawah ini ya .

Jamuran dikreasikan oleh seorang ahli pendidik yang berjiwa demokratis yaitu Sunan Giri (salah satu Wali Songo). Beliau mendidik dengan jalan membuat melalui bermacam-macam permainan, salah satunya Jamuran.

Dahulu permainan “jamuran” biasa dimainkan pada malam-malam terang bulan, oleh anak-anak perempuan usia sekolah dasar; adakalanya anak-anak laki-laki juga ikut bermain. Jumlah anak untuk memainkan permainan ini, kira-kira 10 orang atau lebih. Karena banyaknya anak yang ikut bermain, terlebih lagi karena permainan ini dijalankan dengan banyak berlari-larian, maka diperlukan halaman yang cukup luas untuk memainkannya. Orang Jawa menyebutnya Pelataran .

Permainannya sangat sederhana. Anak-anak berdiri membentuk lingkaran dan berpegangan tangan. Besar kecil lingkaran tergantung kepada banyak sedikitnya anak-anak yang bermain. Seorang anak berdiri di tengah-tengah lingkaran itu.


Sumber foto : www.utiket.com
Sumber foto : www.chemember.wordpress.com


Permainan “Jamuran” dimulai dengan anak-anak berdiri membentuk lingkaran bernyanyi:

Jamuran, yo ge gethok,
Jamur opo, yo ge gethok,
Jamur payung, ngrembuyung koyo lembayung
Siro badhe jamur opo?

Tiba pada kalimat “siro badhe jamur opo?”, si anak yang berada di tengah lingkaran lantas berteriak menyebut sebuah gerakan pura-pura yang wajib kami perbuat. Anak-anak lain yang semula bergandengan tangan membentuk lingkaran, kontan berhamburan. Untuk menirukan seperti apa yang di ucapkan si anak yang kalah tadi. Misal seperti ini .

“Jamur motor !”

Ketika di ucapkan “jamur motor!”, anak-anak yang berhamburan untuk berubah menjadi berbagai kendaraan beroda. Ada yang menjadi mobil polisi. Ada yang menjadi dokar. Ada yang menjadi sepeda motor. Ada yang menjadi kereta. Masing-masing bergumam menirukan suara tiap-tiapnya sembari berjalan mondar-mandir. Hingga terdengar lagi sebuah suara.

“Jamur patung !”

Lantas anak-anak bergegas menjadi patung. Diam tak bergerak. Tidak boleh tersenyum. Tidak boleh tertawa. Meski digoda. Meski diajak berbicara.

Bagi anak yang tertawa, tersenyum, atau yang bergerak akan terkena hukuman yaitu ia harus menggantikan posisi anak yang kalah tadi. Bila sudah ada yang terkena, kami lantas bermain lagi dari mula. Bila sudah ada terhukum, kami yang terbebas bisa lega tersenyum.

Yang terkena hukuman, masuk ke dalam lingkaran. Yang lainnya, bergandengan tangan melingkar dan mulai menembang. Jamuran... jamuran... yo ge ge thok...

Tiba pada kalimat “siro badhe jamur opo?” (intinya permainan dimulai seperti awal tadi).

“Jamur monyet !”

Anak-anak segera melepas tautan tangan. Semua berhamburan. Macam-macam gerakannya. Ada yang dengan segera memanjat pohon. Ada yang hanya menggaruk-garuk kepala. Ada yang sesekali meloncat-loncat. Ada yang seketika duduk dan berpura-pura seperti sedang mencari kutu pada kepala temannya. Anak-anak pun banyak yang tertawa terpingkal karenanya.

“Jamur let uwong !”

Anak yang membentuk lingkaran bubar lalu mencari pasangan untuk diajak bergandengan. Yang tidak mendapat pasangan, harus ‘jadi’ atau mendapat hukuman berdiri di tengah lingkaran.

”Jamur kendil borot !”

Anak-anak mencari tempat yang agak tersembunyi untuk buang hajat kecil, karena kendilnya borot (pancinya bocor). Kendil yang tidak bocor dianggap tidak berguna. Walhasil anak yang tidak buang hajat kecil dianggap sebagai kendil tidak bocor dan harus ‘jadi’. Kadang, pada jamur kendil borot dijumpai sedikit kecurangan karena membawa air dalam plastik dan hanya berpura-pura buang hajat kecil. Atau ‘sedikit’ bohong dengan mengaku sudah buang hajat kecil saat anak yang ‘jadi’ sedang memeriksa kebocoran anak lain. Pemeriksaan Kendil borot hanya dilakukan dengan melihat bekas air.

“Jamur gagak !”

Anak-anak berlari sambil merentangkan tangan, menirukan kepakan sayap burung gagak sambil menirukan bunyinya gaok gaok. Tugas anak yang ‘jadi’ adalah menangkap ‘burung gagak’. Dan kawanan burung gagak harus menghindarinya agar jangan mendapat hukuman. Cara menghindari pengejaran mudah saja yaitu dengan berjongkok sebagai pengibaratan burung yang sedang hinggap. Jika mendapati anak jongkok, maka pengejaran dihentikan. Atau jika mau, menunggu agar anak yang berjongkok itu lari lagi lalu dikejar. Jika ada anak yang tertangkap ketika masih berlari, maka berlakulah hukuman.



Sumber foto : www.permata-nusantara.blogspot.com


“Jamur parut !”

Anak-anak yang membentuk lingkaran bubar menjauhi anak yang berada di tengah. Mereka mencari tempat untuk berdiri dengan berpegangan tangan pada sebatang pohon tiang, atau bersandar pada tembok lalu menggantung sebelah kakinya. Telapak kaki harus nampak agar mudah digelitik.

Anak yang tadi berdiri di tengah lalu menghampiri salah seorang anak yang menggantungkan kakinya sebelah, lalu menggelitik telapak kakinya yang digantung. Anak yang digaruk harus menahan diri agar jangan sampai tertawa, agar tidak mendapat hukuman.

Untuk memancing agar anak yang digaruk tertawa, anak yang menggaruk boleh menggodanya dengan memperlihatkan gerak-gerik yang lucu atau menggodanya dengan kata-kata yang jenaka. Jika cara-cara demikian tidak dapat membuat anak itu tertawa, maka ia menghampiri anak-anak yang lain dan diperlakukan demikian pula. Jika anak lain tetap tidak tertawa maka hukuman tetap pada dirinya, mengulangi berdiri di tengah-tengah lingkaran.

Demikian permainan itu dilangsungkan dan diulang-ulang berkali-kali dari permulaan, dan setiap kali disebutkan nama jamur yang berlainan oleh anak yang ‘jadi’.

Sederhana, riang, murah, dan mendidik. Keunggulan yang diusung karena permainan ini memberikan kemungkinan kepada anak-anak untuk membeberkan kekayaan fantasi dan rasa humor dengan menyebutkan beraneka macam jamur yang kadang-kadang ‘ajaib’.

Jamuran tergolong unik. Satu hal yang mungkin tidak terlintas saat permainan sederhana ini dikreasikan yakni mendorong anak untuk bisa mengembangkan kecerdasan majemuk, yakni ketrampilan gerak, kepekaan, dan kemampuan berekspresi dengan irama, kemampuan memahami dan mengendalikan diri sendiri serta kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan.

Lewat dolanan jamuran kita bisa melihat sebentuk kekayaaan budaya Indonesia yang bukan hanya sebagai media hiburan, namun sebagai penghargaan atas tradisi yang merupakan ‘akar’ atau cikal bakal beradaban dan tentu saja tidak dimiliki oleh bangsa lain. Karena terus terang, hanya Indonesia yang memiliki dolanan tradisional yang beragam, salah satunya: Jamuran.




          Nah bagaimana? Sudah tahu kan bagaimana asal usul dan cara bermain permainan yang asik satu ini? Hari Sabtu kemarin (12/3), kami juga melakukan permainan tersebut. Kami tiba di Masjid Nurul Huda Kaplingan seperti biasanya, yaitu jam 16.50, disana adik adik TPA sudah menunggu kami, sesampainya kami disana kami langsung disambut dengan teriakan adik adik, ada yang memanggil manggil nama kami, ada yang berteriak teriak bertanya akan bermain apa, ada yang menarik narik untuk bermain permainan yang lain saja. Tapi setelah kami bercerita akan bermain jamuran, mayoritas adik adik setuju.
Yang menjadi kendala kami pada pertemuan kali ini mungkin karena permainan yang satu ini mereka anggap kurang seru karena hanya sebatas berputar putar menyanyi, adik adik TPA yang berusia lebih besar awalnya menolak untuk bermain permainan ini. Tapi setelah kami meyakinkan bahwa permainan ini juga akan berlangsung seru akhirnya adik adik pun mau.
Seperti pertemuan pertemuan sebelumnya, adik adik TPA selalu merasa bosan dan menolak saat kami akan menceritakan tentang asal usul permainan nya, adik adik ini hanya mau melakukan nya saja tanpa perlu tahu bagaimana asal usulnya. Tetapi menurut kami ini bukan masalah besar, sebab tanpa kami perlu menjelaskan detail permainannya, mereka sudah paham dan tahu bagaimana cara dan aturan permainannya. Ini menjadi bahan rundingan kami, kelompok 5 Pancasila Industri A untuk menemukan bagaimana cara yang efektif agar adik adik mau mendengarkan cerita kami tentang asal usul setiap permainan yang diajarkan tiap minggunya, karena kami berharap adik adik bukan sekedar bisa memainkan tanpa tahu sejarah atau filosofi bagaimana sebuah permainan tradisional dapat tercipta. Tapi diluar kendala itu, kami rasa aksi ketiga kami berjalan cukup lancar, cuaca pada hari itu juga mendukung, sebab hujan telah berhenti ketika kami sampai dilokasi, hal tersebut membuat kami semakin leluasa untuk bermain dihalaman ataupun serambi Masjid.
Kira kira seperti itu cerita aksi ketiga kami, bagaimana menurut pembaca? Untuk saran dan kritik, silakan tulis di kolom komentar dibawah ya, feedback kalian sangat kami tunggu demi aksi kami selanjutnya yang lebih baik. Berikut akan kami posting juga foto dokumentasi aksi kami kemarin. Terimakasih sudah berkunjung dan membaca, tunggu aksi kami selanjutnya !